Wednesday, March 11, 2009

Terasbookclub kata orang lain^^

Meretas Komunitas Baca dan Klub Buku

Saat ini telah banyak berdiri komunitas dan kelompok baca di berbagai kota.

Umumnya perpustakaan hanya terdiri dari rak-rak penuh buku, meja kursi, dan perangkat komputer. Tetapi, bila berkunjung ke Perpustakaan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Jakarta, nuansa lain akan dapat ditemukan di sana.

Perpustakaan itu nampak 'tidak biasa' -- tidak seperti umumnya perpustakaan milik pemerintah. Bertata desain modern, nyaman, serta cozy, menjadi bagian dari keseluruhan atmosfer ruangan.

Yang lebih menarik, tersedia pula fasilitas kafe, ukurannya tidak terlalu besar, namanya Kafe La Biblio. Meski demikian, aroma buku masih berhembus dengan adanya rak kayu yang berisi aneka buku. Di sini pula, biasanya, komunitas Bibliofilia berkumpul dan berdiskusi.

Bibliofilia adalah nama sebuah klub buku yang dibentuk sejak November 2004, tak lama setelah peralihan Perpustakaan British Council menjadi Perpustakaan Depdiknas. Berasal dari bahasa Latin, bibliofilia dapat diartikan sebagai 'pecinta buku'.

Seperti diuraikan oleh Wien Muldian, salah satu pengurus, pembentukan klub baca itu tak lepas dari upaya guna menumbuhkembangkan minat baca dan tulis di masyarakat.

Hal tersebut ditunjang dengan penyediaan tempat yang nyaman dan fasilitas memadai. Pihaknya pun mengharapkan akan makin banyak anggota masyarakat tertarik berpartisipasi serta bergabung dalam berbagai kegiatan yang rutin diselenggarakan.

Komunitas buku itu secara aktif berdiskusi serta mengadakan acara kajian dan bedah buku serta diskusi lewat milis. Wien mengatakan, melalui kegiatan tersebut, banyak hal bisa didapat. Selain menambah ilmu, wawasan pun akan semakin kaya.

Alhamdulillah, sejauh ini respon masyarakat cukup baik. Meski tidak memberlakukan sistem keanggotaan tetap, setiap kegiatan yang Bibliofilia lakukan selalu dapat menarik minat beberapa kalangan untuk mengikutinya.

Komunitas pun makin kian melebarkan diri. Mengusung nama Forum Indonesia Membaca, mereka lantas menyatukan langkah bersama beberapa komunitas baca lainnya demi mencapai tujuan.

Menurut Wien, tak bisa dipungkiri, sekarang ini telah banyak berdiri komunitas dan kelompok baca di berbagai tingkat. Ada yang dari kalangan profesi, toko buku, penerbit maupun masyarakat lokal. "Kelompok-kelompok tersebut tanpa disadari telah membentuk gerakan dan kekuatan literasi di lingkungan mereka," katanya.

Sebut misalnya Beranda Komunitas Mizan dan Klub Bacabaca. Keduanya berlokasi di MP Book Point, Jeruk Purut, Kemang. Di toko buku yang bernuansa cozy tersebut, komunitas itu secara rutin mengadakan beragam kegiatan, mulai acara lanching buku, bedah buku, diskusi, sampai pemutaran film.

Ketika ditemui beberapa waktu lalu, program manager MP Book Point, Hikmat Darmawan, mengatakan Komunitas Mizan mulanya dibentuk sebagai wadah bagi pembaca setia buku-buku terbitan Mizan yang ingin memperoleh informasi tentang buku baru, berdiskusi dan tukar pikiran.

Forum diskusi buku populer, sastra, agama, talk show, temu penulis dan sebagainya, rutin diadakan di toko buku ini. "Pesertanya tidak terbatas dari komunitas kita saja, melainkan juga dari komunitas baca yang lain," ujarnya menambahkan.

Dari lingkungan sekolah, diwakili misalnya oleh Teras Book Club dari SMP LabSchool Kebayoran, Jakarta Selatan. Klub buku yang berdiri sejak 1992 ini diprakarsai oleh Muliadi Tarigan -- pengajar di sekolah itu.

Sebulan sekali, para anggota TBC yang terdiri dari siswa siswi SMP LabSchool berkumpul dan mendiskusikan buku yang telah dipilih sebelumnya. Pembicaranya dapat mengundang dari luar yang dinilai berkompeten dengan bahasan tema buku.

Meski klub-klub baca tumbuh subur di berbagai daerah, namun seperti dikatakan Wien Muldian, untuk bisa meningkatkan minat baca dan tulis di masyarakat masih jauh dari harapan. Tidak seperti di luar negeri, klub-klub bacanya mendapat dukungan penuh pemerintah, toko buku serta penerbit, di Indonesia belumlah demikian.

"Jadi untuk dapat tetap eksis dan mengembangkan program, kita harus benar benar-benar kreatif. Selain itu, pelan-pelan kita tetap melakukan pendekatan ke sejumlah instansi tadi," tutur Wien.

Pengamat buku, Bagus Takwin, tidak menampik peran komunitas dan klub buku dalam kaitannya dengan pembudayaan minat baca. "Dari gejala munculnya komunitas baca di Indonesia dewasa ini, saya menangkap peran mereka dalam upaya mengembangkan wawasan tentang buku kepada anggotanya," katanya.

Di beberapa daerah, menurutnya, sejumlah komunitas bahkan telah menjadi semacam barometer dan tren buku. Tak cuma itu, mereka terkadang juga dianggap memiliki standar kualitas yang memadai sehingga menjadi rujukan komunitas lain.

Adapun di Eropa dan Amerika, banyak komunitas dan jaringan yang punya peranan sebagai agen kebudayaan. Mereka menjadi penggagas dan pelopor gerakan kebudayaan tertentu. Contohnya adalah Campaign for Reader Privacy yang berpusat di New York dan Washington DC, merupakan komunitas yang menggalang solidaritas dan aksi guna menjunjung hak-hak pembaca.

"Berkembangnya komunitas di Indonesia pun mulai menunjukkan peran mereka sebagai agen perubahan budaya," kata Bagus.

Dalam sejarahnya, menurut Bagus, komunitas dan buku punya kaitan erat satu sama lain. Para pecinta buku, penerbit, penjual buku di pun diharapkan belajar dari sejarah hubungan itu sehingga mampu menciptakan dan mengembangkan masyarakat pecinta buku dan industri buku yang sehat di Indonesia.

(yusuf assidik )

No comments: